Meninjau Covid-19, Dr. Rosalia Sciortino: Antropologi Kesehatan Melihat Individu dalam Konteks Sosial

Seminar online bertajuk “Etnografi dan Pandemi Covid-19 dalam Narasi Antropologi Kesehatan” yang diselengarakan Research Institute for Culture and Development bekerja sama dengan Direktorat Pendidikan & Agama Kementerian PPN berlangsung pada Jumat (5/6/2020). Dalam diskusi yang dimulai pukul dua siang hingga setengah empat itu hadir Dr. Rosalia Sciortino sebagai salah satu pembicara. Ia merupakan Associate Professor di Institute for Population and Social Research (IPSR), Universitas Mahidol dan Profesor Tamu Magister Studi Pembangunan Internasional (MAIDS), Universitas Chulalongkorn, serta pendiri sekaligus Direktur SEA Junction. Dalam kesempatannya Dr. Rosalia Sciortino menjelaskan antropologi kesehatan melihat individu dalam konteks sosial.

Dirinya menyebut dalam menghadapi wabah Covid-19, penggunaan multidisiplin ilmu sangat diperlukan. Meskipun masalah yang dihadapi berkaitan dengan kesehatan, namun aspek lain seperti sistem ekonomi, lingkungan, mobilitas dan intensitas kependudukan masih berkaitan. “Tidak bisa menggunakan satu disiplin ilmu, tetapi ilmuwan sosial harus diikutsertakan. Terkait dengan sistem ekonomi, lingkungan, mobilitas dan intensitas kependudukan termasuk ilmu demografi dan lain-lain. Oleh karena itu harus mencari model yang tidak hanya satu disiplin tetapi integrasi seluruh disiplin,” jelasnya.

Ketika melihat fenomena perubahan perilaku masyarakat di tengah pandemi, aktivitas dan pola hidupnya perlu diperhatikan, sehingga peran antropologi kesehatan cukup besar karena dapat melihat perilaku individu dalam konteks sosial. “Jika ingin mengetahui perubahan perilaku, kita bisa melihat pada individu, dan di sini antropologi kesehatan sangat  berkontribusi karena memang akan melihat individu dalam konteks sosialnya,”

Mengenai sistem yang diterapkan di tengah pandemi, Sciortino menyebut pemerintah sebagai pengambil kebijakan tidak bisa hanya memberikan petunjuk tanpa memberikan pemahaman kepada masyarakat. Masyarakat harus benar-benar mengerti alasan di balik kebijakan dan harus sesuai dengan konteksnya. Misalnya, melihat kondisi penduduk Indonesia yang relatif padat, kebijakan dengan pembatasan sosial dan jaga jarak perlu menjadi pertimbangan, termasuk pula bagi penduduk yang tinggal di daerah minim air bersih, anjuran mencuci tangan setiap saat tentu bukan persoalan yang mudah.

“Perlu dipikirkan apakah penduduk bawah bisa mengerti dan paham terkait kebijakan yang dibuat pemerintah, sangat penting untuk dibicarakan lebih lanjut,” sehingga, Sciortino menyebut petunjuk nasional harus bisa diterapkan untuk seluruh lapisan masyarakat.

Berbicara mengenai antropologi kesehatan, dirinya melihat pemerintah terlalu menghiperbolakan narasi yang dibuat terkait Covid-19. Padahal memberikan kesan takut bukan cara yang efektif. “Karena ada bias kelas, padahal lebih penting mengerti kenapa dia tidak ikut peraturan, apakah dia paham dengan benar atau kondisi yang memungkinkan,” tuturnya.

“Misalnya di Indonesia ada pasien berbohong, itu ditanya mengapa pasien bisa seperti itu,” Yang terpenting untuk menghadapi masyarakat adalah identifikasi kebutuhan mereka, kemudian membuat strategi untuk menciptakan kebijakan yang dipertimbangkan dengan kondisi yang dibutuhkan.

Lebih lanjut, Sciortino menyebut alasan dibalik perlunya kebijakan pemerintah itu dibuat harus selalu dipertanyakan substansinya bagi masyarakat “Terkait kebijakan kenapa dibuat harus selalu dipertanyakan, apa dampak bagi masyarakat dan apa tujuannya,”

Menurutnya, kebijakan itu harus didasari dengan sikap kritis dan konstruktif. Artinya, setiap kebijakan yang diambil harus dapat memberikan solusi dan identifikasi masalah dengan analisa yang kritis. “Kita harus selalu memberi solusi dan identifikasi masalah, dengan analisa yang kritis, kita mengetahui kebijakan formal dan apa kebijakan informal yang tidak disebut tetapi dijalankan, siapa aktornya, bagaimana prosesnya, dan elemen apa yang paling berpengaruh pada kebijakan tersebut,” jelasnya.

“Saya harap pandemi ini menjadi pembelajaran tentang dunia yang kita inginkan di masa depan, kita tidak boleh puas pada konsep new normal. Ini situasi yang abnormal, kita harus mengusahakan untuk mencari masa depan yang sesuai dengan tujuan bersama. Memperkuat sistem jaminan kesehatan masyarakat itu penting,” pungkasnya.

 

Penulis: Risma D.

Share